Desa Polbayem
Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang
Jl. Raya jatigenuk NO.10 - Kodepos 59253
- Polbayem007@gmail.com
http://polbayem-rembang.desa.id
Sejarah Desa
sukahar | 02 September 2020 15:38:09 | 8.302 Kali
Pada awalnya Desa Polbayem adalah Desa yang berskala kecil, hanya beberapa keluarga yang ada. Desa yang awalnya dinamakan Pomahan yang mengandung arti Perumahan dan sejajar dengan desa Kedung tulup bermula pada suatu hari beberapa penduduk memohon kepada seorang pertapa suci agar dido’akan agar ada sebuah gunung, dikabulkanlah permintaan warga tersebut dan pertapa tersebut meminta kepada warga agar berdo’a bersama sama, rupanya do’a mereka di kabulkan oleh dewa. Pembuatan gunung itu akan di mulai besok harinya dan akan dikerjakan dalam waktu semalam tetapi dengan satu syarat tak seorangpun warga boleh boleh melihat, para sesepuh kampung menyanggupi persyaratan tersebut, keesokan harinya mereka mengumpulkan para warga untuk menyampaikan berita gembira dan persyaratannya tersebut. Setelah mendengar penjelasan itu barulah warga mengerti mengapa mereka di larang keluar rumah, suasana kampung mulai sepi, tak berapa lama turunlah para Dewa dari kahyangan, untuk mengerjakan sebuah gunung pera Dewa bekerja sesuai dengan tugasnya tanpa berbicara sepetah katapun.
Ketika hari menjelang pagi pembuatan gunung tersebut hampir selesai tinggal menyelesaikan penimbunannya saja, tiba-tiba dari arah kampung muncul seorang gadis berjalan menuju sungai padas yang berada di sekitar pembuatan gunung tersebut, rupanya gadis itu tak mendengar pengumuman larangan keluar rumah malam itu. Gadis itu keluar rumah untuk mencuci beras untuk di masak, ia berjalan tanpa memperhatikan sekelilingnya karena suasana masih gelap, pada saat gadis itu mau turun ke sungai, gadis itu terperanjat karena tiba-tiba ada sebuah bukit padahal sebelumnya tidak ada. Namun begitu melihat makhluk menyeramkan bergerak cepat sambil mengangkat batu tanpa sepatah katapun, dia langsung lari ketakutan tolooooooong.............toloooooong.......!!!!!!! teriaknya dengan keras.
Tak khayal beras yang di cucinya tumpah berserakan konon beras yang berserakan menjadi batu padas, para Dewapun mendengar terikan tersebut. Merekapun menyadari ternyatapekerjaan mereka di saksikan oleh manusia “ penduduk kampung telah melanggar kesepakan/persyaratan. Akhirnya para Dewa menghentikan pekerjaan dan pergi meninggalkannya.padahal pembangunan belum selesai, batallah pembuatan gunung tersebut. Maka warga sekitar sering menyebutnya dengan “gunung wurung”, dan sekarang Desa Polbayem dengan desa Kedung Tulup terpisah karena adanya gunung tersebut.
Berjalannnya waktu Desa Polbayem yang dulu disebut Pomahan kemudian diganti dengan nama Banyurib bahkan sampai sekarangpun “Banyurib” adalah nama kedua dari Desa Polbayem . Kata “banyurib” diambil dari keadaan pemukiman para penduduk yang berada ditengah-tengah sumber mata air yang sangat besar hingga masyarkatnya menyebut “Banyurib”. Akan tetapi daerah yang dijadikan pemukiman penduduk dengan sumber mata air yang cukup besar sering terjadi banjir yang meresahkan warga.
Masyarakat yang resah karna sering terjadinya banjir, maka punggawa-punggawa desa mempunyai inisiatif untuk memindahkan seluruh masyarakat ketempat yang lebih tinggi dan lebih nyaman. Maka semua masyarkat mengambil tindakan pindah kearah utara Desa yang sampai saat ini masih ditempati. Bermula dari itulah masyarakat mulai nyaman dengan keadaan yang baru. Dengan begitu desa yang dulu disebut dengan pomahan dan banyurib kini diberi nama “POLBAYEM”. Konon “POLBAYEM” diambil dari bahasa jawa “POL” dan “AYEM” yang artinya “piling nyaman”. Bahasa jawa
( Pol polanane Ba rang Ayem).
Pada awalnya Desa Polbayem adalah Desa yang berskala kecil, hanya beberapa keluarga yang ada. Desa yang awalnya dinamakan Pomahan yang mengandung arti Perumahan dan sejajar dengan desa Kedung tulup bermula pada suatu hari beberapa penduduk memohon kepada seorang pertapa suci agar dido’akan agar ada sebuah gunung, dikabulkanlah permintaan warga tersebut dan pertapa tersebut meminta kepada warga agar berdo’a bersama sama, rupanya do’a mereka di kabulkan oleh dewa. Pembuatan gunung itu akan di mulai besok harinya dan akan dikerjakan dalam waktu semalam tetapi dengan satu syarat tak seorangpun warga boleh boleh melihat, para sesepuh kampung menyanggupi persyaratan tersebut, keesokan harinya mereka mengumpulkan para warga untuk menyampaikan berita gembira dan persyaratannya tersebut. Setelah mendengar penjelasan itu barulah warga mengerti mengapa mereka di larang keluar rumah, suasana kampung mulai sepi, tak berapa lama turunlah para Dewa dari kahyangan, untuk mengerjakan sebuah gunung pera Dewa bekerja sesuai dengan tugasnya tanpa berbicara sepetah katapun.
Ketika hari menjelang pagi pembuatan gunung tersebut hampir selesai tinggal menyelesaikan penimbunannya saja, tiba-tiba dari arah kampung muncul seorang gadis berjalan menuju sungai padas yang berada di sekitar pembuatan gunung tersebut, rupanya gadis itu tak mendengar pengumuman larangan keluar rumah malam itu. Gadis itu keluar rumah untuk mencuci beras untuk di masak, ia berjalan tanpa memperhatikan sekelilingnya karena suasana masih gelap, pada saat gadis itu mau turun ke sungai, gadis itu terperanjat karena tiba-tiba ada sebuah bukit padahal sebelumnya tidak ada. Namun begitu melihat makhluk menyeramkan bergerak cepat sambil mengangkat batu tanpa sepatah katapun, dia langsung lari ketakutan tolooooooong.............toloooooong.......!!!!!!! teriaknya dengan keras.
Tak khayal beras yang di cucinya tumpah berserakan konon beras yang berserakan menjadi batu padas, para Dewapun mendengar terikan tersebut. Merekapun menyadari ternyatapekerjaan mereka di saksikan oleh manusia “ penduduk kampung telah melanggar kesepakan/persyaratan. Akhirnya para Dewa menghentikan pekerjaan dan pergi meninggalkannya.padahal pembangunan belum selesai, batallah pembuatan gunung tersebut. Maka warga sekitar sering menyebutnya dengan “gunung wurung”, dan sekarang Desa Polbayem dengan desa Kedung Tulup terpisah karena adanya gunung tersebut.
Berjalannnya waktu Desa Polbayem yang dulu disebut Pomahan kemudian diganti dengan nama Banyurib bahkan sampai sekarangpun “Banyurib” adalah nama kedua dari Desa Polbayem . Kata “banyurib” diambil dari keadaan pemukiman para penduduk yang berada ditengah-tengah sumber mata air yang sangat besar hingga masyarkatnya menyebut “Banyurib”. Akan tetapi daerah yang dijadikan pemukiman penduduk dengan sumber mata air yang cukup besar sering terjadi banjir yang meresahkan warga.
Masyarakat yang resah karna sering terjadinya banjir, maka punggawa-punggawa desa mempunyai inisiatif untuk memindahkan seluruh masyarakat ketempat yang lebih tinggi dan lebih nyaman. Maka semua masyarkat mengambil tindakan pindah kearah utara Desa yang sampai saat ini masih ditempati. Bermula dari itulah masyarakat mulai nyaman dengan keadaan yang baru. Dengan begitu desa yang dulu disebut dengan pomahan dan banyurib kini diberi nama “POLBAYEM”. Konon “POLBAYEM” diambil dari bahasa jawa “POL” dan “AYEM” yang artinya “piling nyaman”. Bahasa jawa
( Pol polanane Ba rang Ayem).
Pada awalnya Desa Polbayem adalah Desa yang berskala kecil, hanya beberapa keluarga yang ada. Desa yang awalnya dinamakan Pomahan yang mengandung arti Perumahan dan sejajar dengan desa Kedung tulup bermula pada suatu hari beberapa penduduk memohon kepada seorang pertapa suci agar dido’akan agar ada sebuah gunung, dikabulkanlah permintaan warga tersebut dan pertapa tersebut meminta kepada warga agar berdo’a bersama sama, rupanya do’a mereka di kabulkan oleh dewa. Pembuatan gunung itu akan di mulai besok harinya dan akan dikerjakan dalam waktu semalam tetapi dengan satu syarat tak seorangpun warga boleh boleh melihat, para sesepuh kampung menyanggupi persyaratan tersebut, keesokan harinya mereka mengumpulkan para warga untuk menyampaikan berita gembira dan persyaratannya tersebut. Setelah mendengar penjelasan itu barulah warga mengerti mengapa mereka di larang keluar rumah, suasana kampung mulai sepi, tak berapa lama turunlah para Dewa dari kahyangan, untuk mengerjakan sebuah gunung pera Dewa bekerja sesuai dengan tugasnya tanpa berbicara sepetah katapun.
Ketika hari menjelang pagi pembuatan gunung tersebut hampir selesai tinggal menyelesaikan penimbunannya saja, tiba-tiba dari arah kampung muncul seorang gadis berjalan menuju sungai padas yang berada di sekitar pembuatan gunung tersebut, rupanya gadis itu tak mendengar pengumuman larangan keluar rumah malam itu. Gadis itu keluar rumah untuk mencuci beras untuk di masak, ia berjalan tanpa memperhatikan sekelilingnya karena suasana masih gelap, pada saat gadis itu mau turun ke sungai, gadis itu terperanjat karena tiba-tiba ada sebuah bukit padahal sebelumnya tidak ada. Namun begitu melihat makhluk menyeramkan bergerak cepat sambil mengangkat batu tanpa sepatah katapun, dia langsung lari ketakutan tolooooooong.............toloooooong.......!!!!!!! teriaknya dengan keras.
Tak khayal beras yang di cucinya tumpah berserakan konon beras yang berserakan menjadi batu padas, para Dewapun mendengar terikan tersebut. Merekapun menyadari ternyatapekerjaan mereka di saksikan oleh manusia “ penduduk kampung telah melanggar kesepakan/persyaratan. Akhirnya para Dewa menghentikan pekerjaan dan pergi meninggalkannya.padahal pembangunan belum selesai, batallah pembuatan gunung tersebut. Maka warga sekitar sering menyebutnya dengan “gunung wurung”, dan sekarang Desa Polbayem dengan desa Kedung Tulup terpisah karena adanya gunung tersebut.
Berjalannnya waktu Desa Polbayem yang dulu disebut Pomahan kemudian diganti dengan nama Banyurib bahkan sampai sekarangpun “Banyurib” adalah nama kedua dari Desa Polbayem . Kata “banyurib” diambil dari keadaan pemukiman para penduduk yang berada ditengah-tengah sumber mata air yang sangat besar hingga masyarkatnya menyebut “Banyurib”. Akan tetapi daerah yang dijadikan pemukiman penduduk dengan sumber mata air yang cukup besar sering terjadi banjir yang meresahkan warga.
Masyarakat yang resah karna sering terjadinya banjir, maka punggawa-punggawa desa mempunyai inisiatif untuk memindahkan seluruh masyarakat ketempat yang lebih tinggi dan lebih nyaman. Maka semua masyarkat mengambil tindakan pindah kearah utara Desa yang sampai saat ini masih ditempati. Bermula dari itulah masyarakat mulai nyaman dengan keadaan yang baru. Dengan begitu desa yang dulu disebut dengan pomahan dan banyurib kini diberi nama “POLBAYEM”. Konon “POLBAYEM” diambil dari bahasa jawa “POL” dan “AYEM” yang artinya “piling nyaman”. Bahasa jawa
( Pol polanane Ba rang Ayem).
Pada awalnya Desa Polbayem adalah Desa yang berskala kecil, hanya beberapa keluarga yang ada. Desa yang awalnya dinamakan Pomahan yang mengandung arti Perumahan dan sejajar dengan desa Kedung tulup bermula pada suatu hari beberapa penduduk memohon kepada seorang pertapa suci agar dido’akan agar ada sebuah gunung, dikabulkanlah permintaan warga tersebut dan pertapa tersebut meminta kepada warga agar berdo’a bersama sama, rupanya do’a mereka di kabulkan oleh dewa. Pembuatan gunung itu akan di mulai besok harinya dan akan dikerjakan dalam waktu semalam tetapi dengan satu syarat tak seorangpun warga boleh boleh melihat, para sesepuh kampung menyanggupi persyaratan tersebut, keesokan harinya mereka mengumpulkan para warga untuk menyampaikan berita gembira dan persyaratannya tersebut. Setelah mendengar penjelasan itu barulah warga mengerti mengapa mereka di larang keluar rumah, suasana kampung mulai sepi, tak berapa lama turunlah para Dewa dari kahyangan, untuk mengerjakan sebuah gunung pera Dewa bekerja sesuai dengan tugasnya tanpa berbicara sepetah katapun.
Ketika hari menjelang pagi pembuatan gunung tersebut hampir selesai tinggal menyelesaikan penimbunannya saja, tiba-tiba dari arah kampung muncul seorang gadis berjalan menuju sungai padas yang berada di sekitar pembuatan gunung tersebut, rupanya gadis itu tak mendengar pengumuman larangan keluar rumah malam itu. Gadis itu keluar rumah untuk mencuci beras untuk di masak, ia berjalan tanpa memperhatikan sekelilingnya karena suasana masih gelap, pada saat gadis itu mau turun ke sungai, gadis itu terperanjat karena tiba-tiba ada sebuah bukit padahal sebelumnya tidak ada. Namun begitu melihat makhluk menyeramkan bergerak cepat sambil mengangkat batu tanpa sepatah katapun, dia langsung lari ketakutan tolooooooong.............toloooooong.......!!!!!!! teriaknya dengan keras.
Tak khayal beras yang di cucinya tumpah berserakan konon beras yang berserakan menjadi batu padas, para Dewapun mendengar terikan tersebut. Merekapun menyadari ternyatapekerjaan mereka di saksikan oleh manusia “ penduduk kampung telah melanggar kesepakan/persyaratan. Akhirnya para Dewa menghentikan pekerjaan dan pergi meninggalkannya.padahal pembangunan belum selesai, batallah pembuatan gunung tersebut. Maka warga sekitar sering menyebutnya dengan “gunung wurung”, dan sekarang Desa Polbayem dengan desa Kedung Tulup terpisah karena adanya gunung tersebut.
Berjalannnya waktu Desa Polbayem yang dulu disebut Pomahan kemudian diganti dengan nama Banyurib bahkan sampai sekarangpun “Banyurib” adalah nama kedua dari Desa Polbayem . Kata “banyurib” diambil dari keadaan pemukiman para penduduk yang berada ditengah-tengah sumber mata air yang sangat besar hingga masyarkatnya menyebut “Banyurib”. Akan tetapi daerah yang dijadikan pemukiman penduduk dengan sumber mata air yang cukup besar sering terjadi banjir yang meresahkan warga.
Masyarakat yang resah karna sering terjadinya banjir, maka punggawa-punggawa desa mempunyai inisiatif untuk memindahkan seluruh masyarakat ketempat yang lebih tinggi dan lebih nyaman. Maka semua masyarkat mengambil tindakan pindah kearah utara Desa yang sampai saat ini masih ditempati. Bermula dari itulah masyarakat mulai nyaman dengan keadaan yang baru. Dengan begitu desa yang dulu disebut dengan pomahan dan banyurib kini diberi nama “POLBAYEM”. Konon “POLBAYEM” diambil dari bahasa jawa “POL” dan “AYEM” yang artinya “piling nyaman”. Bahasa jawa
( Pol polanane Ba rang Ayem).
Formulir Komentar (Komentar baru terbit setelah disetujui Admin)
Peta Desa
Kategori
Aparatur Desa
Sinergi Program
Agenda
Belum ada agenda
Komentar Terbaru
Statistik Pengunjung
Hari ini | |
Kemarin | |
Jumlah pengunjung |