Desa Polbayem

Kec. Sumber, Kab. Rembang
Prov. Jawa Tengah

Loading

Desa Polbayem

Hari Libur Nasional

Hari Raya Waisak

  • Hari
  • Jam
  • Menit
  • Detik
Info
Waspada penyebaran Covid-19, patuhi protokol kesehatan dengan selalu memakai masker, hindari kerumunan, jaga jarak dan selalu mencuci tangan pakai sabun.

Berita Desa

Komentar Terbaru

Pada awalnya Desa Polbayem adalah Desa yang berskala kecil, hanya beberapa keluarga yang ada. Desa yang awalnya dinamakan Pomahan yang mengandung arti Perumahan dan sejajar dengan desa Kedung tulup bermula pada suatu hari beberapa penduduk memohon kepada seorang pertapa suci agar dido’akan agar ada sebuah gunung, dikabulkanlah permintaan warga tersebut dan pertapa tersebut meminta kepada warga agar berdo’a bersama sama, rupanya do’a mereka di kabulkan oleh dewa. Pembuatan gunung itu akan di mulai besok harinya dan akan dikerjakan dalam waktu semalam tetapi dengan satu syarat tak seorangpun warga boleh boleh melihat, para sesepuh kampung menyanggupi persyaratan tersebut, keesokan harinya mereka mengumpulkan para warga untuk menyampaikan berita gembira dan persyaratannya tersebut. Setelah mendengar penjelasan itu barulah warga mengerti mengapa mereka di larang keluar rumah, suasana kampung mulai sepi, tak berapa lama turunlah para Dewa dari kahyangan, untuk mengerjakan sebuah gunung pera Dewa bekerja sesuai dengan tugasnya tanpa berbicara sepetah katapun.

 Ketika hari menjelang pagi pembuatan gunung tersebut hampir selesai tinggal menyelesaikan penimbunannya saja, tiba-tiba dari arah kampung muncul seorang gadis berjalan menuju sungai padas yang berada di sekitar pembuatan gunung tersebut, rupanya gadis itu tak mendengar pengumuman larangan keluar rumah malam itu. Gadis itu keluar rumah untuk mencuci beras untuk di masak, ia berjalan tanpa memperhatikan sekelilingnya karena suasana masih gelap, pada saat gadis itu mau turun ke sungai, gadis itu terperanjat  karena tiba-tiba ada sebuah bukit padahal sebelumnya tidak ada. Namun begitu melihat makhluk menyeramkan bergerak cepat sambil mengangkat batu tanpa sepatah katapun, dia langsung lari ketakutan tolooooooong.............toloooooong.......!!!!!!!  teriaknya dengan keras.

 

Tak khayal beras yang di cucinya tumpah berserakan konon beras yang berserakan menjadi batu padas, para Dewapun mendengar terikan tersebut. Merekapun menyadari ternyatapekerjaan mereka di saksikan oleh manusia  “ penduduk kampung telah melanggar kesepakan/persyaratan. Akhirnya para Dewa menghentikan pekerjaan dan pergi meninggalkannya.padahal pembangunan belum selesai, batallah pembuatan gunung tersebut. Maka warga sekitar sering menyebutnya dengan “gunung wurung”, dan sekarang Desa Polbayem dengan desa Kedung Tulup terpisah karena adanya gunung tersebut.

Berjalannnya waktu Desa Polbayem yang dulu disebut Pomahan kemudian diganti dengan nama Banyurib bahkan sampai sekarangpun “Banyurib” adalah nama kedua dari Desa Polbayem . Kata “banyurib” diambil dari keadaan pemukiman para penduduk yang berada ditengah-tengah sumber mata air yang sangat besar hingga masyarkatnya menyebut “Banyurib”. Akan tetapi daerah yang dijadikan pemukiman penduduk dengan sumber mata air yang cukup besar sering terjadi banjir yang meresahkan warga. 

Masyarakat yang resah karna sering terjadinya banjir, maka punggawa-punggawa desa mempunyai inisiatif untuk memindahkan seluruh masyarakat ketempat yang lebih tinggi dan lebih nyaman. Maka semua masyarkat mengambil tindakan pindah kearah utara Desa yang sampai saat ini masih ditempati. Bermula dari itulah masyarakat mulai nyaman dengan keadaan yang baru. Dengan begitu desa yang dulu disebut dengan pomahan dan banyurib kini diberi nama “POLBAYEM”. Konon “POLBAYEM” diambil dari bahasa jawa “POL” dan “AYEM” yang artinya “piling nyaman”. Bahasa jawa 

( Pol polanane Ba rang Ayem).

Pada awalnya Desa Polbayem adalah Desa yang berskala kecil, hanya beberapa keluarga yang ada. Desa yang awalnya dinamakan Pomahan yang mengandung arti Perumahan dan sejajar dengan desa Kedung tulup bermula pada suatu hari beberapa penduduk memohon kepada seorang pertapa suci agar dido’akan agar ada sebuah gunung, dikabulkanlah permintaan warga tersebut dan pertapa tersebut meminta kepada warga agar berdo’a bersama sama, rupanya do’a mereka di kabulkan oleh dewa. Pembuatan gunung itu akan di mulai besok harinya dan akan dikerjakan dalam waktu semalam tetapi dengan satu syarat tak seorangpun warga boleh boleh melihat, para sesepuh kampung menyanggupi persyaratan tersebut, keesokan harinya mereka mengumpulkan para warga untuk menyampaikan berita gembira dan persyaratannya tersebut. Setelah mendengar penjelasan itu barulah warga mengerti mengapa mereka di larang keluar rumah, suasana kampung mulai sepi, tak berapa lama turunlah para Dewa dari kahyangan, untuk mengerjakan sebuah gunung pera Dewa bekerja sesuai dengan tugasnya tanpa berbicara sepetah katapun.

 Ketika hari menjelang pagi pembuatan gunung tersebut hampir selesai tinggal menyelesaikan penimbunannya saja, tiba-tiba dari arah kampung muncul seorang gadis berjalan menuju sungai padas yang berada di sekitar pembuatan gunung tersebut, rupanya gadis itu tak mendengar pengumuman larangan keluar rumah malam itu. Gadis itu keluar rumah untuk mencuci beras untuk di masak, ia berjalan tanpa memperhatikan sekelilingnya karena suasana masih gelap, pada saat gadis itu mau turun ke sungai, gadis itu terperanjat  karena tiba-tiba ada sebuah bukit padahal sebelumnya tidak ada. Namun begitu melihat makhluk menyeramkan bergerak cepat sambil mengangkat batu tanpa sepatah katapun, dia langsung lari ketakutan tolooooooong.............toloooooong.......!!!!!!!  teriaknya dengan keras.

 

Tak khayal beras yang di cucinya tumpah berserakan konon beras yang berserakan menjadi batu padas, para Dewapun mendengar terikan tersebut. Merekapun menyadari ternyatapekerjaan mereka di saksikan oleh manusia  “ penduduk kampung telah melanggar kesepakan/persyaratan. Akhirnya para Dewa menghentikan pekerjaan dan pergi meninggalkannya.padahal pembangunan belum selesai, batallah pembuatan gunung tersebut. Maka warga sekitar sering menyebutnya dengan “gunung wurung”, dan sekarang Desa Polbayem dengan desa Kedung Tulup terpisah karena adanya gunung tersebut.

Berjalannnya waktu Desa Polbayem yang dulu disebut Pomahan kemudian diganti dengan nama Banyurib bahkan sampai sekarangpun “Banyurib” adalah nama kedua dari Desa Polbayem . Kata “banyurib” diambil dari keadaan pemukiman para penduduk yang berada ditengah-tengah sumber mata air yang sangat besar hingga masyarkatnya menyebut “Banyurib”. Akan tetapi daerah yang dijadikan pemukiman penduduk dengan sumber mata air yang cukup besar sering terjadi banjir yang meresahkan warga. 

Masyarakat yang resah karna sering terjadinya banjir, maka punggawa-punggawa desa mempunyai inisiatif untuk memindahkan seluruh masyarakat ketempat yang lebih tinggi dan lebih nyaman. Maka semua masyarkat mengambil tindakan pindah kearah utara Desa yang sampai saat ini masih ditempati. Bermula dari itulah masyarakat mulai nyaman dengan keadaan yang baru. Dengan begitu desa yang dulu disebut dengan pomahan dan banyurib kini diberi nama “POLBAYEM”. Konon “POLBAYEM” diambil dari bahasa jawa “POL” dan “AYEM” yang artinya “piling nyaman”. Bahasa jawa 

( Pol polanane Ba rang Ayem).

Pada awalnya Desa Polbayem adalah Desa yang berskala kecil, hanya beberapa keluarga yang ada. Desa yang awalnya dinamakan Pomahan yang mengandung arti Perumahan dan sejajar dengan desa Kedung tulup bermula pada suatu hari beberapa penduduk memohon kepada seorang pertapa suci agar dido’akan agar ada sebuah gunung, dikabulkanlah permintaan warga tersebut dan pertapa tersebut meminta kepada warga agar berdo’a bersama sama, rupanya do’a mereka di kabulkan oleh dewa. Pembuatan gunung itu akan di mulai besok harinya dan akan dikerjakan dalam waktu semalam tetapi dengan satu syarat tak seorangpun warga boleh boleh melihat, para sesepuh kampung menyanggupi persyaratan tersebut, keesokan harinya mereka mengumpulkan para warga untuk menyampaikan berita gembira dan persyaratannya tersebut. Setelah mendengar penjelasan itu barulah warga mengerti mengapa mereka di larang keluar rumah, suasana kampung mulai sepi, tak berapa lama turunlah para Dewa dari kahyangan, untuk mengerjakan sebuah gunung pera Dewa bekerja sesuai dengan tugasnya tanpa berbicara sepetah katapun.

 Ketika hari menjelang pagi pembuatan gunung tersebut hampir selesai tinggal menyelesaikan penimbunannya saja, tiba-tiba dari arah kampung muncul seorang gadis berjalan menuju sungai padas yang berada di sekitar pembuatan gunung tersebut, rupanya gadis itu tak mendengar pengumuman larangan keluar rumah malam itu. Gadis itu keluar rumah untuk mencuci beras untuk di masak, ia berjalan tanpa memperhatikan sekelilingnya karena suasana masih gelap, pada saat gadis itu mau turun ke sungai, gadis itu terperanjat  karena tiba-tiba ada sebuah bukit padahal sebelumnya tidak ada. Namun begitu melihat makhluk menyeramkan bergerak cepat sambil mengangkat batu tanpa sepatah katapun, dia langsung lari ketakutan tolooooooong.............toloooooong.......!!!!!!!  teriaknya dengan keras.

 

Tak khayal beras yang di cucinya tumpah berserakan konon beras yang berserakan menjadi batu padas, para Dewapun mendengar terikan tersebut. Merekapun menyadari ternyatapekerjaan mereka di saksikan oleh manusia  “ penduduk kampung telah melanggar kesepakan/persyaratan. Akhirnya para Dewa menghentikan pekerjaan dan pergi meninggalkannya.padahal pembangunan belum selesai, batallah pembuatan gunung tersebut. Maka warga sekitar sering menyebutnya dengan “gunung wurung”, dan sekarang Desa Polbayem dengan desa Kedung Tulup terpisah karena adanya gunung tersebut.

Berjalannnya waktu Desa Polbayem yang dulu disebut Pomahan kemudian diganti dengan nama Banyurib bahkan sampai sekarangpun “Banyurib” adalah nama kedua dari Desa Polbayem . Kata “banyurib” diambil dari keadaan pemukiman para penduduk yang berada ditengah-tengah sumber mata air yang sangat besar hingga masyarkatnya menyebut “Banyurib”. Akan tetapi daerah yang dijadikan pemukiman penduduk dengan sumber mata air yang cukup besar sering terjadi banjir yang meresahkan warga. 

Masyarakat yang resah karna sering terjadinya banjir, maka punggawa-punggawa desa mempunyai inisiatif untuk memindahkan seluruh masyarakat ketempat yang lebih tinggi dan lebih nyaman. Maka semua masyarkat mengambil tindakan pindah kearah utara Desa yang sampai saat ini masih ditempati. Bermula dari itulah masyarakat mulai nyaman dengan keadaan yang baru. Dengan begitu desa yang dulu disebut dengan pomahan dan banyurib kini diberi nama “POLBAYEM”. Konon “POLBAYEM” diambil dari bahasa jawa “POL” dan “AYEM” yang artinya “piling nyaman”. Bahasa jawa 

( Pol polanane Ba rang Ayem).

Pada awalnya Desa Polbayem adalah Desa yang berskala kecil, hanya beberapa keluarga yang ada. Desa yang awalnya dinamakan Pomahan yang mengandung arti Perumahan dan sejajar dengan desa Kedung tulup bermula pada suatu hari beberapa penduduk memohon kepada seorang pertapa suci agar dido’akan agar ada sebuah gunung, dikabulkanlah permintaan warga tersebut dan pertapa tersebut meminta kepada warga agar berdo’a bersama sama, rupanya do’a mereka di kabulkan oleh dewa. Pembuatan gunung itu akan di mulai besok harinya dan akan dikerjakan dalam waktu semalam tetapi dengan satu syarat tak seorangpun warga boleh boleh melihat, para sesepuh kampung menyanggupi persyaratan tersebut, keesokan harinya mereka mengumpulkan para warga untuk menyampaikan berita gembira dan persyaratannya tersebut. Setelah mendengar penjelasan itu barulah warga mengerti mengapa mereka di larang keluar rumah, suasana kampung mulai sepi, tak berapa lama turunlah para Dewa dari kahyangan, untuk mengerjakan sebuah gunung pera Dewa bekerja sesuai dengan tugasnya tanpa berbicara sepetah katapun.

 Ketika hari menjelang pagi pembuatan gunung tersebut hampir selesai tinggal menyelesaikan penimbunannya saja, tiba-tiba dari arah kampung muncul seorang gadis berjalan menuju sungai padas yang berada di sekitar pembuatan gunung tersebut, rupanya gadis itu tak mendengar pengumuman larangan keluar rumah malam itu. Gadis itu keluar rumah untuk mencuci beras untuk di masak, ia berjalan tanpa memperhatikan sekelilingnya karena suasana masih gelap, pada saat gadis itu mau turun ke sungai, gadis itu terperanjat  karena tiba-tiba ada sebuah bukit padahal sebelumnya tidak ada. Namun begitu melihat makhluk menyeramkan bergerak cepat sambil mengangkat batu tanpa sepatah katapun, dia langsung lari ketakutan tolooooooong.............toloooooong.......!!!!!!!  teriaknya dengan keras.

 

Tak khayal beras yang di cucinya tumpah berserakan konon beras yang berserakan menjadi batu padas, para Dewapun mendengar terikan tersebut. Merekapun menyadari ternyatapekerjaan mereka di saksikan oleh manusia  “ penduduk kampung telah melanggar kesepakan/persyaratan. Akhirnya para Dewa menghentikan pekerjaan dan pergi meninggalkannya.padahal pembangunan belum selesai, batallah pembuatan gunung tersebut. Maka warga sekitar sering menyebutnya dengan “gunung wurung”, dan sekarang Desa Polbayem dengan desa Kedung Tulup terpisah karena adanya gunung tersebut.

Berjalannnya waktu Desa Polbayem yang dulu disebut Pomahan kemudian diganti dengan nama Banyurib bahkan sampai sekarangpun “Banyurib” adalah nama kedua dari Desa Polbayem . Kata “banyurib” diambil dari keadaan pemukiman para penduduk yang berada ditengah-tengah sumber mata air yang sangat besar hingga masyarkatnya menyebut “Banyurib”. Akan tetapi daerah yang dijadikan pemukiman penduduk dengan sumber mata air yang cukup besar sering terjadi banjir yang meresahkan warga. 

Masyarakat yang resah karna sering terjadinya banjir, maka punggawa-punggawa desa mempunyai inisiatif untuk memindahkan seluruh masyarakat ketempat yang lebih tinggi dan lebih nyaman. Maka semua masyarkat mengambil tindakan pindah kearah utara Desa yang sampai saat ini masih ditempati. Bermula dari itulah masyarakat mulai nyaman dengan keadaan yang baru. Dengan begitu desa yang dulu disebut dengan pomahan dan banyurib kini diberi nama “POLBAYEM”. Konon “POLBAYEM” diambil dari bahasa jawa “POL” dan “AYEM” yang artinya “piling nyaman”. Bahasa jawa 

( Pol polanane Ba rang Ayem).

 

Beri Komentar

Desa

46

LAKI-LAKI

LAKI-LAKI46penduduk

51

PEREMPUAN

PEREMPUAN51penduduk

97

TOTAL

TOTAL97penduduk

Layanan
Mandiri

Hubungi Pemerintah Desa untuk mendapatkan PIN

Pemerintah Desa

Pj. Kepala Desa

MUHAMMAD ABDUL JALAL

Tidak Ada di Kantor

Sekretaris Desa

ENDAH PUJIHASTUTI

Tidak Ada di Kantor

kasi Pemerintahan

SUKAHAR

Tidak Ada di Kantor

kasi kesejahtraan

AHMAD SHOLIKIN

Tidak Ada di Kantor

kepala urusan umum dan perencanaan

MUHAMAD IMAM ROFII

Tidak Ada di Kantor

kasi pelayanan

HARIYANTO

Tidak Ada di Kantor

kepala dusun

NGATEMIN

Tidak Ada di Kantor

kepala urusan keuangan

ANIS MUSTAMIAH

Tidak Ada di Kantor

PERKEMBANGAN PENDUDUK

Bulan Ini

Kelahiran

0

Orang

Kematian

0

Orang

Masuk

0

Orang

Pindah

0

Orang

Bulan Lalu

Kelahiran

0

Orang

Kematian

0

Orang

Masuk

0

Orang

Pindah

0

Orang

LAYANAN SURAT PENGANTAR

Hari Ini

0

Surat

Kemarin

0

Surat

Minggu Ini

0

Surat

Bulan Ini

0

Surat

Bulan Lalu

0

Surat

Tahun Ini

0

Surat

Tahun Lalu

0

Surat

Total

1

Surat

Agenda

Untuk sementara, belum ada agenda yang akan dilaksanakan.

Komentar
Statistik Pengunjung
Hari ini : 187
Kemarin : 266
Total Pengunjung : 124.972
Sistem Operasi : Unknown Platform
IP Address : 192.168.36.253
Browser : Mozilla 5.0

JDIH Pemkab Rembang

Pencarian JDIH Rembang

Cari Produk Hukum di JDIH Rembang

Produk Hukum Desa

JDIH Rembang Terbaru

Pemerintah Desa

MUHAMMAD ABDUL JALAL

Pj. Kepala Desa


Tidak Ada di Kantor

ENDAH PUJIHASTUTI

Sekretaris Desa
Tidak Ada di Kantor

SUKAHAR

kasi Pemerintahan
Tidak Ada di Kantor

AHMAD SHOLIKIN

kasi kesejahtraan
Tidak Ada di Kantor

MUHAMAD IMAM ROFII

kepala urusan umum dan perencanaan
Tidak Ada di Kantor

HARIYANTO

kasi pelayanan
Tidak Ada di Kantor

NGATEMIN

kepala dusun
Tidak Ada di Kantor

ANIS MUSTAMIAH

kepala urusan keuangan
Tidak Ada di Kantor